Minggu, 03 Juni 2012

Kepailitan

          Pada umumnya, masyarakat lebih mengenal kata bangkrut daripada pailit, padahal arti keduanya sama saja. Pailit dapat diartikan debitor dalam keadaan berhenti membayar hutang atau debitor tidak mampu membayar hutangnya. 
          Pengertian pailit menurut Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan antara lain adalah keadaan dimana seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt dan yang aktivanya atau warisnya telah diperuntukan untuk membayar utang-utangnya.
        Sedangkan menurut Pasal 1 angka 1 UU No 37 Tahun 2004 adalah sita umum terhadap semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh seorang kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana yang diatur oleh Undang-undang.

Syarat-syarat Untuk Mengajukan Permohonan Pailit

- Terdapat lebih dari satu Kreditor, adapun dapat dikatakan lebih dari satu hutang
- Dari hutang-utang tersebut terdapat salah satu Hutang yang sudang jatuh tempo dan dapat 
   ditagih

Adapun Undang-undang mengatuh pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit, yaitu :
1. Pihak Debitor itu sendiri.
2. Pihak Kreditor 
3. Jaksa, untuk kepentingan umum
4. Dalam hal Debitor adalah Bank, maka pihak yang berhak mengajukan permohonan pailit
    adalah Bank Indonesia
5. Dalam hal Debitornya adalah Perusahan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
    Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka pihak yang hanya dapat
    mengajukan permohonan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal.
6. Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahan Re-Asuransi, Dana Pensiun,
    dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik maka pihak yang mengajukan 
    adalah Menteri Keuangan

Dasar Hukum Kepailitan di Indonesia

          Adapun pengaturan mengenai kepailitan di Indonesia dilihat dalam beberapa ketentuan antara lain :
- UU No 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
- UU No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
- UU No 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
- UU No 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fiducia
- Pasal-pasal yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu pasal 
  1131-1134
- Dan beberapa Undang-undang liannya yang mengatur Mengenai BUMN (UU No 19 Tahun 
  2003), Pasar Modal (UU No. 8 Tahun 1995), Yayasan (UU No 16 Tahun 2001), Koperasi (UU 
  No. 25 Tahun 1992)

Asas-asas Hukum Kepailitan

          Hukum Kepailitan didasarkan pada asas-asas dan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Asas Kejujuran 
    Adalah asas yang mengandung pengaturan bahwa di satu pihak dapat mencegah terjajdi
    penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh para Debitor yang tidak jujur, dan di
    lain pihak dapat mencegah penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh para
    Kreditor yang tidak beritikadbaik.
2. Asas Kesehatan Usaha
    Adalah asas yang mengandung pengaturan bahwa lembaga kepailitan harus diarahkan 
    pada upayaditumbuhkannya perusahaan-perusahaan yang secara ekonomis benar-benar
    sehat.
3. Asas Keadilan
    Bahwa kepailitan harus diatur dengan sederhana dan memenuhi rasa keadilan, untuk
    mencegah kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas
    tagihannya masing-masing dari Debitor dengan tidak memperdulikan Kreditor lainnya.
4. Asas Integrasi
    Terdapat 2 pengertian integrasi, yaitu : 
     - integrasi terhadap hukum lain : mengandung pengertian bahwa sebagai suatu sub-sistem
       dari hukum perdata nasional, maka hukum kepailitan dan bidang-bidang hukum lain
       dalam sub-sistem hukum perdata nasional merupakan suatu kebulatan yang utuh.
     - integrasi terhadap hukum acara perdata : mengandung maksud bahwa hukum kepailitan
       merupakan  hukum di bidang sita dan eksekusi. Oleh karenanya ia harus merupaka suatu
       kebulatan yang utuh pula dengan peraturan tentang sita dan eksekusi dalam bidang
       hukum acara perdata.
5. Asas itikan baik
    Asas yang mengandung pengertian bahwa pada dasarnya timbul kepailitan karena adanya
    perjanjian yang mengikat para pihak. Tetapi salah satu pihak berada dalam keadaan
    berhenti membayar utangutangnya, 
    karena harta kekayaannya tidak mencukupi untuk membayar utang-utangnya. Keadaan
    demikian harus dinyatakan secara obyektif oleh hakim, dan bukan oleh para pihak (Pasal
    1338 ayat 3 KUH Perdata)
6. Asas Nasionalitas
    Mengandung pengaturan bahwa setiap barang/harta kekayaan yang dimiliki oleh Debitor
    adalah menjadi tanggungan bagi utang-utangnya dimanapun barang itu berada.

Sumber :
http://www.scribd.com/doc/75096110/6/Pengertian-Pailit
http://ml.scribd.com/doc/95015007/Pengertian-Kepailitan-Dan-Dasar-Hukum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar