Etika Bisnis (business ethics) merupakan penerapan etika secara umum terhadap perilaku bisnis. Secara lebih khusus lagi makna etika bisnis menunjukkan perilaku etis maupun tidak etis yang dilakukan manajer dan karyawan dari suatu organisasi perusahaan. Beretika dalam berbisnis adalah suatu pelengkap utama dari keberhasilan para pelaku bisnis
Ada lima aturan etika yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik. Lima aturan etika itu adalah :
A. Independensi, integritas dan obyektivitas.
B. Standar Umum dan Prinsip Akuntansi
C. Tanggung Jawab kepada Klien
D. Tanggung Jawab kepada Rekan Seprofesi
E. Tanggung Jawab dan Praktik Lain
Menurut Post et.al., (2002; 104) setidaknya terdapat tujuh alasan yang mendorong perusahaan untuk menjalankan bisnisnya secara etis :
- Meningkatnya harapan publik agar perusahaan menjalankan bisnisnya secara etis. Perusahaan yang tidak berhasil dalam menjalankan bisnisnya secara etis akan mengalami sorotan, kritik, bahkan hukuman.
- Penerapan etika bisnis mencegah agar perusahaan tidak melakukan berbagai tindakan yang membahayakan stakeholders lainnya.
- Penerapan etika bisnis di perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
- Penerapan etika bisnis seperti kejujuran, menepati janji, dan menolak suap dapat meningkatkan kualitas hubungan bisnis di antara dua pihak yang melakukan hubungan bisnis.
- Penerapan etika bisnis agar perusahaan terhindar dari penyalahgunaan yang dilakukan karyawan maupun kompetitor yang bertindak tidak etis.
- Penerapan etika bisnis perusahaan secara baik di dalam suatu perusahaan dapat menghindarkan terjadinya pelanggaran hak-hak pekerja oleh pemberi kerja.
- Perusahaan perlu menerapkan etika bisnis dalam menjalankan usahanya, untuk mencegah agar perusahaan (yang diwakili para pimpinannya) tidak memperoleh sanksi hukum karena telah menjalankan bisnis secara tidak etis.
2. Tanggung Jawab Sosial Kantor Akuntan Publik sebagai Entitas Bisnis
Sebagai suatu entitas, Kantor Akuntan Publik dituntut akan suatu tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Tanggung jawab sosial suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tanggung jawab sosial kantor akuntan publik meliputi ciri utama dari profesi akuntan publik terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakan kepentingan publik dan juga memperhatikan sesama akuntan publik dibandingkan mengejar laba.
3. Krisis dalam Profesi Akuntansi
Tekanan pemaksimalan profit saat ini membawa profesi akuntan kedalam krisis. Profesi dituntut untuk melakukan tindakan dalam berbagai cara yang dapat menciptakan laba tertinggi agar dapat tetap bersaing dalam iklim persaingan yang semakin ketat. Dalam hal ini, tindakan-tindakan yang diambil tersebut justru membuat profesi berada dalam kondisi yang membahayakan dirinya dan dapat dituntut secara hukum. Namun disisi lain, akuntan dipaksa untuk tetap bersikap profesional dan dihadapkan pada serangkaian aturan yang harus ditaati. Akuntan harus tetap objektif, jujur, adil, tepat, independen, dan berintegritas dalam menjalankan tugasnya.
4. Regulasi dalam rangka Penegakan Etika Kantor Akuntan Publik
Setiap
orang yang melakukan tindakan yang tidak etis maka perlu adanya penanganan
terhadap tindakan tidak etis tersebut. Tetapi jika pelanggaran serupa
banyak dilakukan oleh anggota masyarakat atau anggota profesi maka
hal tersebut perlu dipertanyakan apakah aturan-aturan yang berlaku masih
perlu tetap dipertahankan atau dipertimbangkan untuk dikembangkan dan
disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan lingkungan.
Secara
umum kode etik berlaku untuk profesi akuntan secara keselurahan kalau
melihat kode etik akuntan Indonesia isinya sebagian besar
menyangkut profesi akuntan publik. Padahal IAI mempunyai kompartemen
akuntan pendidik, kompartemen akuntan manajemen disamping kompartemen
akuntan publik. Perlu dipikir kode etik yang menyangkut akuntan manajemen,
akuntan pendidik, akuntan negara (BPKP, BPK, pajak).
Kasus
yang sering terjadi dan menjadi berita biasannya yang menyangkut akuntan
publik. Kasus tersebut bagi masyarakat sering diangap sebagai pelanggaran
kode etik, padahal seringkali kasus tersebut sebenarnya merupakan
pelanggaran standar audit atau pelanggaran terhadap SAK.
Terlepas
dari hal tersebut diatas untuk dapat melakukan penegakan terhadap kode
etik ada beberapa hal yang harus dilakukan dan sepertinya masih sejalan
dengan salah satu kebijakan umum pengurus IAI periode 1990 s/d 1994yaitu :
1) Penyempurnaan
kode etik yang ada penerbitan interprestasi atas kode etik yang ada baik
sebagai tanggapan atas kasus pengaduan maupun keluhan dari rekan
akuntan atau masyarakat umum. Hal ini sudah dilakukan mulai dari seminar
pemutakhiran kode etik IAI, hotel Daichi 15 juni 1994 di Jakarta dan
kongres ke-7 di Bandung dan masih terus dansedang dilakukan oleh pengurus
komite kode etik saat ini.
2) Proses
peradilan baik oleh badan pengawas profesi maupun dewan pertimbangan
profesi dan tindak lanjutnya (peringatan tertulis, pemberhentian sementara
dan pemberhentian sebagai anggota IAI).
3) Harus
ada suatu bagian dalam IAI yang mengambil inisiatif untuk mengajukan
pengaduan baik kepada badan pengawasan profesi atas pelanggaran kode etik
meskipun tidak ada pengaduan dari pihak lain tetapi menjadi perhatian dari
masyarakat luas.
Di Indonesia,
melalui PPAJP – Dep. Keu., pemerintah melaksanakan regulasi yang
bertujuan melakukan pembinaan dan pengawasan terkait dengan penegakkan etika
terhadap kantor akuntan publik. Hal ini dilakukan sejalan
dengan regulasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi terhadap anggotanya.
Perlu diketahui bahwa telah terjadi perubahan insitusional dalam asosiasi
profesi AP. Saat ini, asosiasi AP berada di bawah naungan
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Sebelumnya asosiasi AP
merupakan bagian dari Institut Akuntan Indonesia (IAI), yaitu
Kompartemen Akuntan Publik.
Perkembangan
terakhir dunia internasional menunjukkan bahwa kewenangan
pengaturan akuntan publik mulai ditarik ke pihak pemerintah,
dimulai dengan Amerika Serikat yang membentuk Public Company Accounting
Oversight Board (PCAOB). PCAOB merupakan lembaga semi pemerintah yang
dibentuk berdasarkan Sarbanes Oxley Act 2002. Hal ini terkait dengan turunnya
kepercayaan masyarakat terhadap lemahnya regulasi yang dilakukan oleh
asosiasi profesi, terutama sejak terjadinya kasus Enron dan Wordcom yang
menyebabkan bangkrutnya Arthur Andersen sebagai salah satu the Big-5,
yaitu kantor akuntan publik besar tingkat dunia. Sebelumnya,
kewenangan asosiasi profesi sangat besar, antara lain:
(i) pembuatan standar
akuntansi dan standar audit;
(ii) pemeriksaan terhadap
kertas kerja audit; dan
(iii) pemberian sanksi.
Dengan
kewenangan asosiasi yang demikian luas, diperkirakan bahwa asosiasi profesi
dapat bertindak kurang independen jika terkait dengan kepentingan anggotanya.
Berkaitan dengan perkembangan tersebut, pemerintah Indonesia melalui Rancangan
Undang-Undang tentang Akuntan Publik (Draft RUU AP, Depkeu,
2006) menarik kewenangan pengawasan dan pembinaan ke tangan Menteri Keuangan,
disamping tetap melimpahkan beberapa kewenangan kepada asosiasi profesi.
Dalam
RUU AP tersebut,
regulasi terhadap akuntan publik diperketat disertai dengan
usulan penerapan sanksi disiplin berat dan denda administratif yang besar,
terutama dalam hal pelanggaran penerapan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Di samping itu ditambahkan pula sanksi pidana
kepada akuntan publik palsu (atau orang yang mengaku
sebagai akuntan publik) dan kepada akuntan publik yang
melanggar penerapan SPAP. Seluruh regulasi tersebut dimaksudkan untuk
meningkatkan kualitas pelaporan keuangan, meningkatkan
kepercayaan publik serta melindungi
kepentingan publik melalui peningkatan independensi auditor dan
kualitas audit.
6. Peer Review
Peer review(telaahan sejawat) dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengujian dan review yang dilaksanakan oleh rekan sejawat yang setara guna mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa organisasi audit yang di review telah patuh terhadap sistem pengendalian mutu dan pelaksanaan kegiatan audit telah sesuai dengan standar audit yang berlaku.
Periode waktu dilakukannya peer review APIPminimal
tiap tiga tahun sekali atau periode waktu lain yang disepakati oleh
Organisasi Profesi Auditor di Indonesia setelah mempertimbangkan lingkup
dan kompleksitasnya.
Terdapat beberapa persyaratan yang perlu ditetapkan untuk pelaksanaan peer review APIP sebagaimana di mandatkan dalam PP 60 tahun 2008, antara lain:
- Adanya organisasi profesi yang merupakan asosiasi bagi APIP.
- APIP merupakan anggota organisasi profesi auditor.
- Dilakukan oleh rekan sejawat yang setara, yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang minimal sama.
- Adanya standar audit yang diterbitkan oleh organisasi profesi auditor.
- Adanya Sistem Kendali Mutu di setiap APIP yang diwajibkan oleh organisasi profesi auditor.
- Adanya Pedoman Peer review audit yang dibuat oleh organisasi profesi auditor.
Persyaratan/kualifikasi minimal yang perlu diperhatikanagar dapat menjadi pe- review yaitu:
(1) Mempunyai sertifikasi sebagai auditor/setifikasi peer review
(2) Menjadi anggota aktif organisasi profesi yang bersangkutan
(3) Mempunyai kedudukan yang setara untuk bidang audit
(4) Berpengalaman minimal 5 tahun sebagai auditor
(5) Mempunyai pengetahuan terkini mengenai hal-hal yang akan di-review
Pernyataan pendapat atau opini yang relevan untuk diberikan atas
kepatuhan APIP terhadap sistem kendali mutu dan standar audit adalah full compliance, satisfactory compliance dan non compliance.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar