Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan bahwa Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang atau satu pihak berjanji kepada seseorang atau pihak lain atau dimana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Menurut R. Wirjono Prodjodikoro menyebutkan bahwa suatu perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dimana satu pihak berjanji (debitur) untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain (kreditur) berhak menuntut pelaksanaan janji itu.
Jadi, menurut saya perjanjian adalah suatu perbuatan hukum yang melibatkan sedikitnya dua pihak, dimana satu pihak berkewajiban memenuhi perjanjian tersebut, sedangkan pihak lain berhak menuntut atas pelaksanaan perjanjian tersebut.
Suatu perbuatan hukum yang telah disepakati berarti ada suatu hubungan yang menimbulkan akibat hukum bagi para pihak. Apabila seorang atau pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya (wanprestasi) sehingga menimbulkan kerugian, maka pihak dirugikan dapat menuntut haknya yang dilanggar dan dapat meminta perantara pengadilan. Contoh, dalam dua pihak melakukan perjanjian jual beli mobil, pihak pembeli harus menyerahkan sejumlah uang kepada pihak penjual, sedangkan pihak penjual harus menyerahkan mobil, semuanya harus sesuai dengan kesepakatan bersama. Apabila pihak pembeli melanggar perjajian tersebut atau tidak sesuai dengan kesepakatan bersama, maka pihak penjual dapat menggugat pihak pembeli tersebut.
2. Syarat-Syarat Untuk Sahnya Perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat, yaitu :
- Syarat Subyektif (mengenai subyek atau para pihak)
a. Kata Sepakat
Kata sepakat dimaksudkan bahwa kedua pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat,
setuju, atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang
dikehendaki oleh pihak yang satu adalah juga yang dikehendaki oleh pihak yang lain (timbal balik).
contoh, pihak penjual menginginkan sejumlah uang, sedangkan pihak pembeli menginginkan barang
si penjual.
b. Cakap
Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Orang yang tidak cakap
menurut hukum adalah orang yang belum dewasa, dibawah pengampunan, dan orang-orang
tertentu yang dilarang oleh undang-undang.
- Syarat Obyektif (Mengenai Obyek Perjanjian)
a. Suatu Hal Tertentu
Suatu hal tertentu maksudnya obyek perjanjian harus terang dan jelas, dapat ditentukan baik jenis
dan jumlahnya.
b. Suatu Sebab yang Halal
Suatu sebab yang halal berarti obyek yang diperjanjikan bukanlah obyek yang terlarang tapi
diperbolehkan oleh hukum.
3. Pembatalan Suatu Perjanjian
Dalam suatu perjanjian, apabila suatu syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal menurut hukum. Artinya sejak awal tidak ada perjanjian. Dengan demikian tidak ada dasar untuk saling menuntut di muka hakim. Sedangkan, apabila suatu syarat subyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut bukannya batal karena hukum, tetapi terjadi karena dimintakan pembatalannya (canceling) oleh salah satu pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar